MAKALAH
GENETIKA
DAMPAK PADI TRANSGENIK MENGGUNAKAN GEN CRY
TAHAN TERHADAP HAMA
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah Genetika
Dosen Pengampu :
Yuyun Maryuningsih, S. Si M. Pd
Nasrullah (1413162033)
BIOLOGI C SEMESTER V
JURUSAN TADRIS IPA BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SYEKH NURJATI
CIREBON
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt,
karena atas rahmat, karunia serta hidayah Allah swt makalah yang berjudul “Dampak
Padi Transgenik Menggunakan Gen Cry Tahan Terhadap Hama” ini dapat
terselesaikankan. ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Penyusun ucapkan terima kasih pada Ibu Yuyun Maryuningsih, S. Si M. Pd
selaku Dosen mata kuliah Genetika yang telah memberikan tugas ini kepada
penyusun.
Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan
dalam menyusun makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaaan baik dalam materi maupun
cara penyajian penulisannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk pengembangan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga informasi yang terdapat dalam makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Cirebon, 25 November 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beras merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat Indonesia, karena
beras merupakan bahan makanan pokok bagi rakyat Indonesia. Kebutuhan beras akan
selalu meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Beras merupakan bahan pangan utama bagi
penduduk Indonesia, dengan tingkat konsumsi perkapita mencapai 130 kg. Artinya,
setiap penduduk Indonesia mengonsumsi beras rata-rata 361 gram per hari. Kalau
jumlah penduduk saat ini sekitar 225 juta, berarti jumlah beras yang harus
tersedia mencapai 86.640.000.000 gram atau 86,64 juta kg per hari. Dalam
setahun diperlukan 31.623.600.000 kg atau 31,624 juta ton beras. Oleh sebab itu
kebutuhan akan beras akan selalu terpenuhi tiap tahunnya (Atep, 2015).
Menurut Satoto (2003), hama dan penyakit
seperti serangga penggerek pada tanaman padi merupakan musuh utama bagi para
petani. Salah satu kendala dalam produksi suatu komoditas tanaman pangan
seperti padi di negara tropis ialah serangan organisme pengganggu tumbuhan
(OPT) seperti hama dan penyakit. Kejadian
serangan hama atau penyakit secara hebat dapat menurunkan hasil yang
tajam. Penggerek batang padi yang
disebabkan oleh Scirpophaga sp. dari golongan Lepidoptera merupakan salah satu
hama utama yang menyerang tanaman padi. Terdapat enam jenis penggerek batang
padi di Indonesia, dua diantaranya dominan yaitu penggerek batang putih (S.
innotata Wlk.) dan penggerek batang kuning (S. incertulas Wlk.).
Menurut data Biro Pusat Stat istik (2002),
dari 112.918 ha luas areal pertanaman padi pada 29 provinsi di Indonesia,
menunjukkan intensitas serangan penggerek batang padi sebesar 39,08%. Penurunan
produksi padi akibat serangan penggerek berkisar antara 5-10% bahkan dapat
mencapai 60-90%. Serangan penggerek di Indonesia dapat dijumpai pada semua
ekosistem dengan spesies dan tingkat serangan beragam bergantung pada
ekosistemnya. Serangan penggerek terparah dilaporkan terjadi pada musim hujan
1989/1990 yang mencapai 172.933 ha dan 15.000 ha diantaranya mengalami puso.
Oleh karena itu, penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap serangan
penggerek batang padi sudah selayaknya dilakukan. Untuk mengatasi masalah
tersebut sehubungan dengan perkembangan bioteknologi yang sudah semakin maju,
perlu dilakukan rekayasa genetik pada tanaman padi agar mendapatkan padi yang
tahan terhadap hama dan penyakit khususnya serangga penggerek.
Perkembangan bioteknologi sekarang ini sudah
semakin pesat terutama di negara-negara maju. Penerapan bioteknologi di bidang
pangan adalah rekayasa genetika pada tanaman yang menghasilkan tanaman unggul
karena mengandung zat gizi yang berkualitas tinggi dibandingkan tanaman biasa,
serta lebih tahan terhadap hama penyakit dan tekanan lingkungan. Tanaman hasil
rekayasa genetika ini dikenal dengan tanaman transgenik.
Sejarah dimulainya rekayasa genetika
tersebut, dimulai dari negara-nagara maju seperti Amerika dan negara eropa yang
dimulai dengan rekayasa terhadap beras “golden rice” yang begitu kontroversi,
sehingga banyak para ilmuan untuk meneliti bagaimana proses serta tekhnik
identifikasi terhadap beras tersebut
sehingga aman tidaknya untuk dikonsumsi. Pemaparan lebih jelas akan dibahas
dalam makalah ini dan bukan hanya dikhususkan terhadap rekayasa beras saja,
melainkan pada beberapa produk lainnya yang telah berhasil di rekayasa.
Rekayasa terhadap pangan tersebut menimbulkan banyaknya pro kontra dalam
kalangan masyarakat awam yang hanya mampu membaca dan mengetahui saja, sehingga
perlu adanya pembahasan lebih rinci terhadap rekayasa genetika tersebut.
Transgenik atau dikenal juga dengan
teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan
kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang
berbeda secara in vitro. Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan
sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Teknologi transgenik ini sangat
mungkin diaplikasikan dalam bidang agraris (budidaya pertanian) salah satunya
pada padi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan tanaman padi
ketahanan penggerek batang ialah melalui transformasi genetik. Melalui teknik ini pemindahan gen asing dari
sumber gen yang bukan sekerabat dengan tanaman target dapat dilakukan.
Dilaporkan bahwa gen cryIA(b) dari B.
thuringiensis adalah penyandi kristal protein Bt yang efektif bersifat racun
untuk hama golongan Lepidoptera sehingga dapat digunakan sebagai pengendali
hama penggerek batang. Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin,
karena ada aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga maka
Bt-protoksin menjadi toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan
sel-sel epithelium di midgut serangga sehingga menyebabkan lubang-lubang keci l
di sel membran saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari
sel-sel tersebut. Karena keseimbangan osmotik terganggu, sel menjadi bengkak
dan pecah dan menyebabkan kematian serangga. Kelompok penelitian padi Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI telah berhasil mendapatkan galur-galur tanaman
transgenic potensial yang mengandung gen
cryIA(b) dan tahan terhadap serangan penggerek batang (Slamet Loedinet
al., 2003). Secara molekuler dalam
galur-galur ini, gen cryIA(b) teruji
stabil terintegrasi dalam genom tanaman hingga generasi ke enam (T5) dan teruji
tahan terhadap serangan penggerek batang kuning berdasarkan pengujian feeding assay dan in planta di rumah kaca (Satoto, 2003).
Untuk
membuktikan kebenaran bahwa padi transgenik merupakan solusi yang tepat bagi
permasalahan hama dan penyakit seperti serangga penggerek pada tanaman padi
perlu di buktikan dengan adanya penelitian lebih lanjut. Sehingga dalam makalah
ini akan di bahas mengenai padi transgenik, teknik pembentukan padi transgenik
dan dampaknya bagi hama tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah padi transgenik?
2. Bagaimana teknik rekayasa genetik pada padi transgenik?
3. Bagaimana dampak padi transgenik terhadap hama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui padi transgenik.
2. Untuk mengetahui teknik rekayasa genetik pada padi transgenik.
3. Untuk mengetahui dampak dari padi transgenik terhadap hama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Padi Transgenik
Padia merupakan tumbuhan yg menghasilkan
beras, termasuk jenis Oryza (Oryza sativa L.) adalah salah satu tanaman
budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Meskipun terutama mengacu pada
jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis
dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga
berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek
moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. Padi adalah salah satu
tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada
jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis
dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Produksi
padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan
gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas
penduduk dunia (Wikipedia,
2015).
Menurut Hedi (2015)
mendefinisikan transgenik secara etimologi dan ontologi adalah secara etimologi istilah “transgenik” berasal
dari bahasa Inggris transgenic yang merupakan penggabungan dua kata trans yang berarti “pindah” dan gen yang berarti “pembawa sifat”. Jadi,
secara harfiah, pengertian transgenik adalah proses memindahkan pembawa sifat
dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya. Sedangkan secara ontologi, transgenik adalah
suatu produk rekayasa genetika melalui transformasi gen dari makhluk
hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan makhluk hidup
baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari makhluk hidup sebelumnya.
Menurut Viktres
(2014), menjelaskan bahwa definisi transgenik yaitu merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau
penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara invitro. Tujuan dari transgenik ini adalah untuk
mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Jadi, transgenik
pada tanaman padi merupakan mengintroduksi gen tertentu pada tanaman padi
sehingga diperoleh sifat tanaman yang diinginkan. Misalkan suatu tanaman
memiliki karakteristik genetik tertentu seperti tahan terhadap hama, mampu
beradaptasi terhadap perubahan iklim, cepat berbuah dan berbulir banyak.
Kemudian gen yang mempunyai karakteristik ini diidentifikasi, diisolasi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam sel tanaman padi. Tanaman padi pembawa
gen ini kemudian
ditumbuhkan secara normal. Padi
inilah yang disebut dengan padi transgenik.
Transgenik adalah suatu proses pemindahan gen (disebut transgen) kedalam organisme hidup sehingga organisme memiliki sifat
dan ciri-ciri baru yang nanti akan diteruskan oleh keturunannya. Transgenik biasanya dilakukan
kepada tumbuhan untuk mendapatkan bibit unggul. Tumbuhan akan
disisipi gen asing dari spesies tumbuhan yang berbeda atau gen dari
bakteri/virus lain. Tumbuhan transgenik biasanya tahan terhadap suhu ekstrem,
tidak cepat membusuk, memiliki warna atau bentuk berbeda, tahan terhadap hama,
dan kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi. Namun, ada juga hewan ternak dan
ikan yang dilakukan proses transgenik. Proses transgenik pada ikan dan hewan
ternak adalah dengan memasukkan DNArekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom,
sehingga efek DNA yang dimasukkan ini dapat diturunkan kepada anaknya (Hedi,
2015).
Menurut Wikipedia (2015), memberikan definisi bahwa
tanaman
transgenik adalah tanaman
yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies
tanaman yang berbeda atau makhluk hidup
lainnya. Penggabungan
gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang
diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten terhadap organisme
pengganggu tanaman,
serta kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dari tanaman alami. Sebagian
besar rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi
kebutuhan pangan
penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan kekurangan gizi
manusia sehingga pembuatan tanaman transgenik juga menjadi bagian dari pemuliaan
tanaman. Hadirnya
tanaman transgenik menimbulkan kontroversi masyarakat dunia karena sebagian
masyarakat khawatir apabila tanaman tersebut akan mengganggu keseimbangan
lingkungan (ekologi),
membahayakan kesehatan manusia, dan
memengaruhi perekonomian global.
Berdasarkan pada definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
padi transgenik merupakan padi hasil dari rekayasa transgenik dengan cara
menyisipkan gen dari sepesies tanaman yang berbeda agar di peroleh hasil
tanaman padi sesuai dengan yang di inginkan yaitu dapat tahan terhadap hama dan
meningkatkan produksi.
B. Teknik Rekayasa Genetik Pada Padi Transgenik
Menurut Viktres
(2014), menjelaskan bahwa terdapat tiga tahap dalam teknik rekayasa genetik pada pembentukan padi
transgenik, yaitu sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi Karakteristik genetik
yang diinginkan
Padi transgenik memiliki beberapa kelebihan diantaranya padi
transgenik memiliki kualitas lebih dibanding padi biasa, kandungan nutrisi
lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca, toleran terhadap kekeringan, umur
pendek, sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan
secara cepat dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida atau
bahan kimia lain serta tanaman transgenik produksi lebih baik.
2.
Isolasi dan Pemurnian Gen
Setelah mengidentifikasi gen yang memiliki
sifat cepat berbuah dan berbulir banyak, gen ini diisolasi atau diekstraksi
melalui elektroforesis. Isolasi ini dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan
gen dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Menurut Surzycki
(2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA
antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan
RNA, metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies, metode
yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA dan
metodenya harus sederhana dan cepat. Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga
yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat
seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008).
Isolasi gen (DNA) yang memiliki sifat yang
diinginkan dapat dilakukan dengan beberapa tahap, sebagai berikut:
a.
Tahap pertama dalam isolasi Gen adalah proses perusakan atau
penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan
dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel. Tahap
penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik
seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen
cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing
dan iradiasi (Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan
kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti
penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga
terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik
seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel
darah serta mendegradasi protein globular maupun rantai polipeptida dalam
komponen sel (Surzycki (2000).
b.
Tahapan kedua adalah ekstraksi DNA yang diinginkan. Pada tahapan
ekstraksi DNA, digunakan chelating agent
ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA)
yang berperan menginaktivasi enzim DNAse yang dapat mendenaturasi DNA yang
diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium
dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley,
2008). DNA yang telah diekstraksi dari
dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel
lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki
kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi
protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan
kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari
DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008).
Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan
bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase
organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan
DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan
protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada
pada fase organik. Selain fenol, dapat pula digunakan campuran fenol dan
kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk
mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga terkontaminasi
oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara pemberian
RNAse.
Selanjutnya dilakukan tahap southern blotting. Southern blotting merupakan
proses perpindahan fragmen DNA yang terpisah secara elektroforesis dari gel ke membran (misal membrane nitroselulosa). Molekul yang
telah berada pada membrane tersebut selanjutnya dianalisis lebih lanjut
(Juniarka, 2011).
Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel
agarosa untuk memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer
ke membran filter untuk selanjutnya
dilakukan hibridisasi dengan probe (pelacak). Untuk mengidentifikasi ataupun melacak
suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA
dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita DNA untuk
mengetahui apakah DNA tersebut mengandung gen yang diinginkan.
Tahap awal metode shoutern blotting adalah
penguraian DNA dengan enzim restriksi endonuklease sehingga terbentuk
fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil. Kemudian DNA dipisahkan sesuai ukuran
dengan elektroforesis agarosa. Setelah DNA terpisah, dilakukan pemindahan DNA
ke membran nitroselulosa, tahap ini disebut dengan tahap blotting. Membran
nitroselulosa diletakkan pada bagian atas dari gel agarosa. Pada teknik
blotting dengan menggunakan vakum, membran diletakkan pada bagian bawah gel.
Tekanan diberikan secara merata pada gel untuk memastikan terjadi kontak antara
gel dengan membran. Proses transfer berlangsung dengan memanfaatkan daya
kapilaritas. Setelah DNA ditransfer ke gel, membran nitroselulosa dipanaskan
dengan suhu tinggi (60oC - 100oC) kemudian membran diberi
radiasi UV agar terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA
dengan membran. Lalu, membran dicampur dengan probe (pelacak) yang telah
dilabeli radioaktif, tetapi dapat juga digunakan label nonradioaktif yang dapat
berpendar. Probe yang digunakan adalah DNA untai tunggal yang memiliki sekuen
yang akan dideteksi. Probe diinkubasi dengan membran agar dapat berhibridisasi
dengan DNA yang ada pada membran. Setelah proses hibridisasi, probe yang tidak
terikat dicuci dari membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid
dengan DNA di membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi
pada film X-ray melalui autoradiografi (Molecular Station, 2013).
3.
Memasukkan Gen ke dalam sel tanaman padi
Memasukkan gen ke dalam nucleus dapat
dilakukan dengan cara transfer gen. Dalam hal ini untuk mentransfer gen yang
memiliki karakteristik cepat berbuah dan berbulir banyak dapat dilakukan dengan
metode transfer langsung dengan menggunakan teknik mikro injeksi dan penembakan
atau pengeboman partikel. Metode transfer langsung banyak digunakan pada
tanaman dengan cara DNA diikat pada suatu mikropartikel. Transfer gen dengan
metode ini mempunyai banyak keuntungan yaitu mudah ditangani dengan satu kali
tembakan akan menghasilkan beberapa sasaran, partikel dapat mencapai sasaran
yang lebih dalam dan dapat digunakan pada berbagai macam jaringan. Selanjutnya
tanaman padi yang telah mengandung gen cepat berbuah dan berbulir banyak
tersebut ditumbuhkan secara normal. (Viktres, 2014).
C. Dampak Padi Transgenik Terhadap Hama
Kebutuhan
masyarakat Indonesia akan beras selalu meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk. Namun, serangan hama dan penyakit pada tanaman padi menjadi
masalah utama bagi penurunan jumlah produktifitas padi para petani, sehingga
perlu dilakukan rekayasa genetik pada padi agar tahan terhadap hama. Untuk
membuktikan bahwa keefektifan dari padi transgenik merupakan solusi dari
permasalahan tersebut perlu di buktikan dengan adanya penelitian terhadap hal
tersebut.
Berdasarkan
hasil penelitian dan uji coba yang di lakukan di cina menunjukan hasil yang di
tuliskan melalui jurnal, membuktikan bahwa:
Menurut Maochen (2006), tanaman transgenik mengekspresikan protein
insektisida dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) ditumbuhkan pada
tahun 2005 pada 26,3 juta di seluruh
dunia. Tanaman ini telah memberikan manfaat ekonomi bagi petani dan mengurangi
penggunaan insektisida. Kemajuan dalam
beras transgenik tahan serangga di Cina dan negara-negara lain dalam beberapa
tahun terakhir juga menawarkan alternatif yang menjanjikan untuk insektisida
kimia untuk control hama lepidopteran beras. Beras bt memiliki potensi untuk
menghilangkan kerugian hasil yang disebabkan oleh hama lepidopteran hingga 2% -
10% dari hasil padi tahunan Asia dari 523 juta ton. Berikut ini data table hasil penelitian yang dilakuakan di cina:
1.
(Tabel 1). Padi
Transgenik Resistan Terhadap Lepidopteran di Cina
2.
(Tabel 1). Manfaat Padi
Transgenik BT di Cina
Menurut Maochen (2006), uji coba telah dilakukan di Cina sejak tahun
1998 dan hasilnya menunjukkan bahwa beras Bt telah efektif dikendalikan hama
sasaran, terutama tiga spesies penggerek batang (C. suppressalis, S. incertulas,
S. inferens) dan leaffolder (C. medinalis). Dengan menggunakan bagian daun atau batang
bioassay dalam kondisi laboratorium, dan rilis buatan atau natural infestasi
penggerek padi dalam kondisi lapangan, khasiat galur
padi Bt yang berbeda telah diuji terhadap sedikitnya delapan hama lepidopteran,
termasuk C. suppressalis, S. incertulas, C. medinalis,
Herpitogramma licarisalis, S. inferens, Naranga anescens,
Mycalesis Gotama dan Parnara guttata.
Umumnya, hasil
laboratorium menunjukkan bahwa kematian larva stadium awal dari hama
lepidopteran berbeda makan dengan padi transgenik adalah lebih dari 90%,
sedangkan kematian adalah <5% di garis orang tua non transgenik. Namun,
control larva penggerek batang yang lebih besar
lebih rendah. Melaporkan Hu et al. (2005) bahwa kematian dikoreksi dari
pertama yang instar keenam C. suppressalis setelah makan pada
beras Bt + CpTI selama 7 hari adalah 89,6%, 87,1%, 72,4%, 50%, 26% dan 0%,
masing-masing. (Maochen, 2006).
Penilitian juga dilakuan untuk menguji coba bahwa beras
Cry1Ca1 transgenik tahan terhadap dua hama serangga yang tidak terkait,
Spodoptera sp. dan Chilo suppressalis. Beriku akan di
jelaskan mengenai hasil dari penelitian tersebut:
Menurut Mohsin
(2009), protein kristal (Cry protein) dari B. thuringiensis dikenal karena
aktivitas insektisida mereka terhadap berbagai hama serangga. Tanaman
transgenik, seperti kopi, kapas, jagung, beras, kubis, tomat, tembakau, dan
kentang mengekspresikan protein Cry, dilindungi dari serangan serangga. Tanaman
Bt komersial mengungkapkan Cry1Ab, Cry1Ac, Cry1F, Cry2A, dan protein Cry3Bb,
tunggal atau dalam kombinasi, kini sedang tumbuh di seluruh dunia untuk
proteksi-tion terhadap berbagai hama serangga. Protein Bt Cry1C adalah salah
protein seperti yang memiliki toksisitas karakteristik yang unik terhadap hama
serangga tanaman komersial yang penting.
Penyebaran
tanaman Bt transgenik adalah alat yang efektif dalam pengendalian dan
pengelolaan populasi hama serangga. Namun, potensi evolusi resistensi pada
serangga sasaran tetap menjadi tantangan dalam menggunakan teknologi ini,
seperti selalu telah dengan menggunakan insektisida kimia. Di antara pilihan
untuk menunda perlawanan ini build-up pada tanaman Bt, strategi ekspresi dosis
tinggi protein Cry di pabrik transgenic tampaknya yang paling menjanjikan.
Protein Cry1C dinyatakan dalam jumlah tinggi dapat membantu dalam menunda
resistensi serangga. Mereka telah menunjukkan bahwa kedua jenis, yang
Cry1C-sus-ceptible serta larva cukup Cry1C tahan dari ulat kubis (Plutella
xylostella), bisa menjadi dikendalikan dengan tingkat tinggi Cry1C dalam
brokoli transgenik. Tingkat ekspresi Cry1Ca1 pada tanaman padi transgenik kami
yang cukup tinggi untuk menyebabkan kematian 100% dari C. suppressalis dan
larva S. litura.
Berdasarkan uji coba yang dilakukan, hasil penelitian
menunjukkan bahwa protein Cry1Ca1 diproduksi di tanaman padi transgenik itu
benar dinyatakan, dilipat benar, dan secara fungsional aktif. Feeding tes
dengan tanaman R 0 dan R 1 transgenik menegaskan bahwa
protein Cry1Ca1 pro-yang diinduksi dalam tanaman ini mampu menyebabkan kematian
dua serangga Lepidoptera yang berbeda, S. litura (cutworm a) dan C.
suppressalis (a penggerek batang). Sebuah kematian 100% tercapai 4 hari setelah
konsumsi daun dan menelan racun. Sedikit atau tidak ada kerusakan bagian daun
diamati pada tanaman transgenik R 1, sedangkan jumlah yang cukup
dari jaringan yang dikonsumsi saat larva diberi makan jaringan beras kontrol
non-transgenik. Tanaman padi transgenik menyimpan gen ini sangat resisten
terhadap Chilo sup-pressalis dan Spodoptera litura larva seperti diungkapkan
oleh bioassay serangga. Tingginya kadar protein Cry1Ca1 diperoleh di daun padi
transgenik, yang efektif dalam mencapai tingkat kematian 100% S. litura dan
larva C. suppressalis. Dalam sebuah
penelitian serupa, berubah beras indica dan melaporkan bahwa cry1C tanaman
transgenik sangat resisten terhadap medinalis CNAP-halocrocis dan Tryporyza
incertulas menunjukkan bahwa tanaman cry1Ca1-padi transgenik dapat menawarkan
lebih luas spesifikasitrum perlindungan terhadap spesies serangga hama lain
juga. (Mohsin, 2009).
Beras, sebagai
tanaman makanan pokok utama bagi manusia, membangkitkan kekhawatiran yang cukup
tentang makanan dan keamanan lingkungan. Banyak percobaan telah mengevaluasi
dampak potensial dari padi Bt pada organisme non-target di bawah laboratorium
dan lapangan Conditions beberapa selama
beberapa tahun dan situs. Secara umum, dibandingkan dengan beras
non-transgenik, padi transgenik tidak berdampak negatif terhadap masyarakat
arthropoda yang ditentukan oleh dominasi serikat, komposisi keluarga,
index-hayati, indeks kemerataan dan kekayaan spesies atau dengan dinamika yang
dominan spesies herbivora non-target. Tidak ada perbedaan pada makan dan
oviposition perilaku non target serangga
Nilaparvata lugens, perkembangan serangga atau dinamika populasi adalah
terdeteksi. Jiang et al. (2004) melaporkan bahwa tingkat parasitisasi C.
suppressalis makan larva pada Bt (Cry1Ab) beras oleh Apanteles
chilonis dan persentase kepompong formation secara signifikan lebih rendah
dibandingkan beras non Bt. (Maochen, 2006).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Berdasarkan pembahasan makalah mengenai dampak padi
transgenic menggunakan gen Cry tahan terhadap hama, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Padi transgenik merupakan
padi hasil dari rekayasa transgenik dengan cara menyisipkan gen dari sepesies
tanaman yang berbeda agar di peroleh hasil tanaman padi sesuai dengan yang di
inginkan yaitu dapat tahan terhadap hama dan meningkatkan produksi.
2.
Teknik rekayasa
genetik pada padi transgenik di lakuakan dengan tiga tahap yaitu
mengidentifikasi karakteristik genetik yang diinginkan, isolasi dan
pemurnian gen serta memasukkan gen ke
dalam sel tanaman padi.
3.
Dampak padi transgenik menggunakan gen Cry tahan
terhadap hama di buktikan dengan hasil penelitian yang di lakukan cina dengan
hasil menunjukan bahwa kematian larva stadium awal dari hama
lepidopteran berbeda, makan dengan
padi transgenik hama mati lebih dari
90%, sedangkan pada padi non transgenik
kematian hama hanya <5%.
DAFTAR PUSTAKA
Maochen. 2006. Impact of
insect-resistant transgenic rice on target insect pests and non-target
arthropods in China. Insect Science Vol. 13: Department of Entomology.
Abbas, Mohsin Z. 2009. Transgenic
Rice Plants Expressing a Modiļ¬ed cry1Ca1 Gene are Resistant to Spodoptera
litura and Chilo suppressalis. Mol Biotechnol Vol. 43: Department of
Biochemistry, Microbiology and Immunology, University of Ottawa.
Enung, S. 2009. Dampak Padi Transgenik Mengekspresikan Gen Cryia(B)
Untuk Ketahanan Terhadap Penggerek Batang Di Lapang Terbatas Terhadap Serangga
Bukan Sasaran. J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Vol. 9: Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI.
Corkill, R.
2008. The Manipulation of Nucleic Acids:
Basic Tools andTechniques. In: Molecular Biomethods Handbook Second Edition.
USA: Ed.
Frederick
A. Bettelheim, Joseph Marvin Landesberg. 2007. Laboratory Experiments for General, Organic And Biochemistry. USA:
Brooks.
Luigi Giacomazzi, P. Umari, and Alfredo
Pasquarello. 2005.
Medium-Range Structural Properties of Vitreous Germania Obtained through
First Principles Analysis of Vibrational Spectra.
Phys. Rev. Lett 95, 075505
Satoto.
2003. Kestabilan, pola pewarisan dan keefektifan gen gna
dan cryIA(b) terhada wereng
coklat dan penggerek batang kuning pada padi rojolele. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Surzycki,
S.J. 2000. Basic Techniques in Molecular
Biology. Springer-Verlag Publisher ISBN 3-540-66678-8.
Wikipedia. 2015. TanamanTransgenik.
https://id.wikipedia.org/wiki. Di akses pada 25 November 2015 pukul 21:00 WIB.