Jumat, 28 Oktober 2016

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN



JAWABAN TUGAS INDIVIDU FISIOLOGI TUMBUHAN

Nama                 : Nasrullah
NIM                  : 1413162033
Kelas / Smester : Biologi C / VI

TOPIK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Masalah 1
Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh factor Internal dan Faktor eksternal (aktifitas enzim dan hormon, serta sifat genetik) dan factor eksternal seperti cahaya, suhu, oksigen, dan air.seorang petani ingin mendapatkan bibit karet dengan pertumbuhan yang lebih cepat. Oleh karena itu dilakukan percobaan menanami lahanya dengan tanaman karet dari dua jenis bibit karet yaitu bibit karet jenis SMT dan bibit karet jenis PB260. Kedua jenis bibit karet ini ditanam pada lahan yang sama dan dengan kondisi lingkungan yang sama. Setelah dua tahun masa tanam petani ini ingin mengetahui bibit karet yang mana yang mengalami pertumbuhan yang lebih cepat. Apakah jenis SMT atau jenis PB260. Apa yang harus dilakukan petani ini supaya dapat membedakan pertumbuhan dua jenis tanaman karet ini?
Pertanyaan pengarah :
1.      Tanaman karet termasuk kedalam tumbuhan monokotil atau dikotil?
2.      Apakah tanaman karet mengalami pertumbuhan primer? jika ya apa yang menyebabkan pertumbuhan primer ini?
3.      Apakah tanaman karet ini mengalami pertumbuhan sekunder? jika ya apa yang menyebabkan pertumbuhan sekunder ini?
4.      Bagaimana mengetahui pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder ini?
5.      Seandainya ada hasil pengamatan, diperoleh bahwa pertumbuhan dua jenis karet ini berbeda sangat nyata, factor apa penyebabnya?
Jawaban :
1.      Tanaman karet termasuk dalam tumbuhan dikotil.
2.      Ya, tanaman karet mengalami pertumbuhan primer, karena adanya aktivitas pada jaringan mertistem. Jaringan meristem pada karet terdapat pada ujung batang dan ujung akar, jaringan meristem teresbut merupakan jaringan yang aktif melakukan pembelahan.
3.      Ya, tanaman karet mengalami pertumbuhan skunder, karena terlihat dari aktivitas kambium yang membentuk xylem sekunder dan floem skunder. Sehingga menyebabkan ukuran diameter dari volume batang bertambah besar.
4.      Pertumbuhan primer dapat dilihat dari pertumbuhan batang tanaman karet yang bertambah panjang dan tinggi. Dan akar yang semakin panjang dan menancap kuat pada tanah. Sedangkan pertumbuhan skunder pada tanaman karet dapat dilihat dari bertambah besarnya diameter batang dari tanaman karet.
5.      Faktor penyebabnya yaitu faktor genetik. Karena kedua jenis tanaman karet tersebut berbeda sehingga memeliki gen yang berbeda. Factor genetik merupakan faktor internal yang tidak akan terpengaruh oleh faktor eksternal.
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil percobaan, maka yang hasus dilakukan oleh petani adalah dengan memnerikan perlakuan eksternal yang sama, yaitu cahaya, suhu ataupun tanah yang sama. Apabila dari kedua tanaman karet tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda maka yang berpengaruh dalam tingkat pertumbuhannya ialah fantor internal yaitu gen nya.

Masalah 2
Selain faktor cahaya, suhu, dan Oksigen, hormone tumbuhan, aktivitas enzim, dan sifat genetic yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, factor nutrisi  diduga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, untuk mengetahi pengaruh nutrisi terhadap pertumbuhan perkembangan tumbuhan dapat dilakukan percobaan dengan menanam tanaman jagung varietas F1 BISI-16 yang diberi pupuk kandang yang berbeda. Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang kotoran ayam dan pupuk kandang kotoran sapi. Jagung ini ditanam  pada lahan yang sama dan perlakuan yang lain sama, kecuali diberi pupuk yang berbeda. Setelah tanaman jagung tumbuh, apa yang harus diamati untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk yang berbeda terhadap pertumbuhan jagung?
Pertanyaan pengarah :
1.      Tanaman jagung termasuk tumbuhan dikotil atau monokotil ?
2.      Apakah tanaman jagung mengalami pertumbuhan primer? jika ya apa yang menyebabkan tumbuhan primer ini?
3.      Apakah tanaman jagung ini mengalami pertumbuhan sekunder? jika ya apa yang menyebabkan pertumbuhan sekunder ini?
4.      Bagaimana mengetahui pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder ini?
5.      Meristem apa yang menyebabkan pertambahan tinggi batang jagung?
6.      Apakah ruas batang jagung bertambah panjang sejalan pertumbuhan batangnya? Jika ya apa yang menyebabkan pertumbuhan ruas ini?
7.      Indikator apa yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan tanaman jagung ini?
8.      Seandainya dari hasil pengamatan, diperoleh bahwa pertumbuhan tanaman jagung ini berbeda sangat nyata, setelah diberi pupuk yang berbeda, factor apa penyabab?
Jawaban :
1.      Tanaman jagung termasuk dalam tumbuhan monokotil.
2.      Ya, tanaman jagung mengalami pertumbuhan primer. Pnyebabkan tanaman jagung mengalami pertumbuhan primer yakni akibat dari sel-sel meristem apikal yang aktif membelah sehingga tumbuhan tumbuh memanjang atau tinggi.
3.      Tidak, tanaman jagung tidak mengalami tumbuhan sekunder karena tanaman jagung tidak memiliki cambium dan tidak memiliki lingkar tahun.
4.      Pertumbuhan primer diketahui dari aktivitas sel-sel meristem yang terdapat pada ujung batang dan akar yang menyebabkan pertambahan panjang pada batang dan akar.  Sedangakan Pertumbuhan sekunder  pada jagung tidak dapat diketahui karena jagung hanya mengalami pertumbuhan primer pada batang dan akar.
5.      Meristem apikal. Meristem apikal merupakan jaringan meristem yang terdapat pada ujung batang dan ujung akar, jaringan meristem teresbut merupakan jaringan yang aktif melakukan pembelahan.
6.      Iya, karena adanya jaringan yang terbentuk itu berasal dari meristem interkalar yang serupa dengan meristem apikal.
7.      Indikator yang digunakan dalam melihat perkembangan tanaman jagung yaitu dilihat dari, pemanjangan ujung akar, pemanjangan ujung batang dan juga bertambahnya ruas lingkaran batang.
8.      Faktor penyebabnya adalah pemberian pupuk yang berbeda dimana masing-masing pupuk memiliki kandungan nutrisi yang berbeda sehingga membuat tanaman jagung tersebut memiliki pertumbuhan yang berbeda.
Kesimpulan :
Setelah tanaman jagung tumbuh, yang harus diamati untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk yang berbeda terhadap pertumbuhan jagung dengan jenis jagung yang sama yaitu pertumbuhan akar, batang dan daunya mana yang lebih cepat tumbuh pemanjang maupun perkembanganya. Dan bisa juga diamati dari kualitas buah yang dihasilkan jika tanaman terebut berbuah.

DAMPAK PADI TRANSGENIK MENGGUNAKAN GEN CRY TAHAN TERHADAP HAMA



MAKALAH
GENETIKA
 DAMPAK PADI TRANSGENIK MENGGUNAKAN GEN CRY
TAHAN TERHADAP HAMA

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah Genetika
Dosen Pengampu : Yuyun Maryuningsih, S. Si M. Pd




Disusun Oleh :
Nasrullah (1413162033)

BIOLOGI C SEMESTER V



JURUSAN TADRIS IPA BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SYEKH NURJATI
CIREBON
2015
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, karena atas rahmat, karunia serta hidayah Allah swt makalah yang berjudul “Dampak Padi Transgenik Menggunakan Gen Cry Tahan Terhadap Hama” ini dapat terselesaikankan. ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Penyusun ucapkan terima kasih pada Ibu Yuyun Maryuningsih, S. Si M. Pd selaku Dosen mata kuliah Genetika yang telah memberikan tugas ini kepada penyusun.
Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan dalam menyusun makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah  ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaaan baik dalam materi maupun cara penyajian penulisannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga informasi yang terdapat dalam makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Cirebon, 25 November 2015


     Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Beras merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat Indonesia, karena beras merupakan bahan makanan pokok bagi rakyat Indonesia. Kebutuhan beras akan selalu meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Beras merupakan bahan pangan utama bagi penduduk Indonesia, dengan tingkat konsumsi perkapita mencapai 130 kg. Artinya, setiap penduduk Indonesia mengonsumsi beras rata-rata 361 gram per hari. Kalau jumlah penduduk saat ini sekitar 225 juta, berarti jumlah beras yang harus tersedia mencapai 86.640.000.000 gram atau 86,64 juta kg per hari. Dalam setahun diperlukan 31.623.600.000 kg atau 31,624 juta ton beras. Oleh sebab itu kebutuhan akan beras akan selalu terpenuhi tiap tahunnya (Atep, 2015).
Menurut Satoto (2003), hama dan penyakit seperti serangga penggerek pada tanaman padi merupakan musuh utama bagi para petani. Salah satu kendala dalam produksi suatu komoditas tanaman pangan seperti padi di negara tropis ialah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) seperti hama dan penyakit.  Kejadian serangan hama atau penyakit secara hebat dapat menurunkan hasil yang tajam.  Penggerek batang padi yang disebabkan oleh Scirpophaga sp. dari golongan Lepidoptera merupakan salah satu hama utama yang menyerang tanaman padi. Terdapat enam jenis penggerek batang padi di Indonesia, dua diantaranya dominan yaitu penggerek batang putih (S. innotata Wlk.) dan penggerek batang kuning (S. incertulas Wlk.).
Menurut data Biro Pusat Stat istik (2002), dari 112.918 ha luas areal pertanaman padi pada 29 provinsi di Indonesia, menunjukkan intensitas serangan penggerek batang padi sebesar 39,08%. Penurunan produksi padi akibat serangan penggerek berkisar antara 5-10% bahkan dapat mencapai 60-90%. Serangan penggerek di Indonesia dapat dijumpai pada semua ekosistem dengan spesies dan tingkat serangan beragam bergantung pada ekosistemnya. Serangan penggerek terparah dilaporkan terjadi pada musim hujan 1989/1990 yang mencapai 172.933 ha dan 15.000 ha diantaranya mengalami puso. Oleh karena itu, penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap serangan penggerek batang padi sudah selayaknya dilakukan. Untuk mengatasi masalah tersebut sehubungan dengan perkembangan bioteknologi yang sudah semakin maju, perlu dilakukan rekayasa genetik pada tanaman padi agar mendapatkan padi yang tahan terhadap hama dan penyakit khususnya serangga penggerek.
Perkembangan bioteknologi sekarang ini sudah semakin pesat terutama di negara-negara maju. Penerapan bioteknologi di bidang pangan adalah rekayasa genetika pada tanaman yang menghasilkan tanaman unggul karena mengandung zat gizi yang berkualitas tinggi dibandingkan tanaman biasa, serta lebih tahan terhadap hama penyakit dan tekanan lingkungan. Tanaman hasil rekayasa genetika ini dikenal dengan tanaman transgenik.
Sejarah dimulainya rekayasa genetika tersebut, dimulai dari negara-nagara maju seperti Amerika dan negara eropa yang dimulai dengan rekayasa terhadap beras “golden rice” yang begitu kontroversi, sehingga banyak para ilmuan untuk meneliti bagaimana proses serta tekhnik identifikasi terhadap  beras tersebut sehingga aman tidaknya untuk dikonsumsi. Pemaparan lebih jelas akan dibahas dalam makalah ini dan bukan hanya dikhususkan terhadap rekayasa beras saja, melainkan pada beberapa produk lainnya yang telah berhasil di rekayasa. Rekayasa terhadap pangan tersebut menimbulkan banyaknya pro kontra dalam kalangan masyarakat awam yang hanya mampu membaca dan mengetahui saja, sehingga perlu adanya pembahasan lebih rinci terhadap rekayasa genetika tersebut.
Transgenik atau dikenal juga dengan teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro. Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Teknologi transgenik ini sangat mungkin diaplikasikan dalam bidang agraris (budidaya pertanian) salah satunya pada padi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan tanaman padi ketahanan penggerek batang ialah melalui transformasi genetik.  Melalui teknik ini pemindahan gen asing dari sumber gen yang bukan sekerabat dengan tanaman target dapat dilakukan. Dilaporkan bahwa gen  cryIA(b) dari B. thuringiensis adalah penyandi kristal protein Bt yang efektif bersifat racun untuk hama golongan Lepidoptera sehingga dapat digunakan sebagai pengendali hama penggerek batang. Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin, karena ada aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga maka Bt-protoksin menjadi toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga sehingga menyebabkan lubang-lubang keci l di sel membran saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-sel tersebut. Karena keseimbangan osmotik terganggu, sel menjadi bengkak dan pecah dan menyebabkan kematian serangga. Kelompok penelitian padi Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI telah berhasil mendapatkan galur-galur tanaman transgenic potensial yang mengandung gen  cryIA(b) dan tahan terhadap serangan penggerek batang (Slamet Loedinet al., 2003).  Secara molekuler dalam galur-galur ini, gen  cryIA(b) teruji stabil terintegrasi dalam genom tanaman hingga generasi ke enam (T5) dan teruji tahan terhadap serangan penggerek batang kuning berdasarkan pengujian  feeding assay dan  in planta di rumah kaca (Satoto, 2003).
Untuk membuktikan kebenaran bahwa padi transgenik merupakan solusi yang tepat bagi permasalahan hama dan penyakit seperti serangga penggerek pada tanaman padi perlu di buktikan dengan adanya penelitian lebih lanjut. Sehingga dalam makalah ini akan di bahas mengenai padi transgenik, teknik pembentukan padi transgenik dan dampaknya bagi hama tersebut.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apakah padi transgenik?
2.    Bagaimana teknik rekayasa genetik pada padi transgenik?
3.    Bagaimana dampak padi transgenik terhadap hama?

C.      Tujuan
1.    Untuk mengetahui padi transgenik.
2.    Untuk mengetahui teknik rekayasa genetik pada padi transgenik.
3.    Untuk mengetahui dampak dari padi transgenik terhadap hama.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Padi Transgenik
Padia merupakan tumbuhan yg menghasilkan beras, termasuk jenis Oryza (Oryza sativa L.) adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia (Wikipedia, 2015).
Menurut Hedi (2015) mendefinisikan transgenik secara etimologi dan ontologi adalah secara etimologi istilah “transgenik” berasal dari bahasa Inggris transgenic yang merupakan penggabungan dua kata trans yang berarti “pindah” dan gen yang berarti “pembawa sifat”. Jadi, secara harfiah, pengertian transgenik adalah proses memindahkan pembawa sifat dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya. Sedangkan secara ontologi, transgenik adalah suatu produk rekayasa genetika melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan makhluk hidup baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari makhluk hidup sebelumnya.
Menurut Viktres (2014), menjelaskan bahwa definisi transgenik yaitu merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara invitro. Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Jadi, transgenik pada tanaman padi merupakan mengintroduksi gen tertentu pada tanaman padi sehingga diperoleh sifat tanaman yang diinginkan. Misalkan suatu tanaman memiliki karakteristik genetik tertentu seperti tahan terhadap hama, mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim, cepat berbuah dan berbulir banyak. Kemudian gen yang mempunyai karakteristik ini diidentifikasi, diisolasi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam sel tanaman padi. Tanaman padi  pembawa  gen  ini  kemudian  ditumbuhkan secara normal.  Padi inilah yang disebut dengan padi transgenik.
Transgenik adalah suatu proses pemindahan gen (disebut transgen) kedalam organisme hidup sehingga organisme memiliki sifat dan ciri-ciri baru yang nanti akan diteruskan oleh keturunannya. Transgenik biasanya dilakukan kepada tumbuhan untuk mendapatkan bibit unggul. Tumbuhan akan disisipi gen asing dari spesies tumbuhan yang berbeda atau gen dari bakteri/virus lain. Tumbuhan transgenik biasanya tahan terhadap suhu ekstrem, tidak cepat membusuk, memiliki warna atau bentuk berbeda, tahan terhadap hama, dan kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi. Namun, ada juga hewan ternak dan ikan yang dilakukan proses transgenik. Proses transgenik pada ikan dan hewan ternak adalah dengan memasukkan DNArekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom, sehingga efek DNA yang dimasukkan ini dapat diturunkan kepada anaknya (Hedi, 2015).
Menurut Wikipedia (2015), memberikan definisi bahwa tanaman transgenik adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman, serta kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dari tanaman alami. Sebagian besar rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi kebutuhan pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan kekurangan gizi manusia sehingga pembuatan tanaman transgenik juga menjadi bagian dari pemuliaan tanaman. Hadirnya tanaman transgenik menimbulkan kontroversi masyarakat dunia karena sebagian masyarakat khawatir apabila tanaman tersebut akan mengganggu keseimbangan lingkungan (ekologi), membahayakan kesehatan manusia, dan memengaruhi perekonomian global.
Berdasarkan pada definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa padi transgenik merupakan padi hasil dari rekayasa transgenik dengan cara menyisipkan gen dari sepesies tanaman yang berbeda agar di peroleh hasil tanaman padi sesuai dengan yang di inginkan yaitu dapat tahan terhadap hama dan meningkatkan produksi.

B.       Teknik Rekayasa Genetik Pada Padi Transgenik
Menurut Viktres (2014), menjelaskan bahwa terdapat tiga tahap dalam  teknik rekayasa genetik pada pembentukan padi transgenik, yaitu sebagai berikut:
1.         Mengidentifikasi Karakteristik genetik yang diinginkan
Padi transgenik memiliki beberapa kelebihan diantaranya padi transgenik memiliki kualitas lebih dibanding padi biasa, kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca, toleran terhadap kekeringan, umur pendek, sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan secara cepat dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida atau bahan kimia lain serta tanaman transgenik produksi lebih baik.
2.         Isolasi dan Pemurnian Gen  
Setelah mengidentifikasi gen yang memiliki sifat cepat berbuah dan berbulir banyak, gen ini diisolasi atau diekstraksi melalui elektroforesis. Isolasi ini dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan gen dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Menurut Surzycki (2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA, metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies, metode yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA dan metodenya harus sederhana dan cepat. Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008).
Isolasi gen (DNA) yang memiliki sifat yang diinginkan dapat dilakukan dengan beberapa tahap, sebagai berikut:
a.       Tahap pertama dalam isolasi Gen adalah proses perusakan atau penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel. Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah serta mendegradasi protein globular maupun rantai polipeptida dalam komponen sel (Surzycki (2000). 
b.      Tahapan kedua adalah ekstraksi DNA yang diinginkan. Pada tahapan ekstraksi DNA, digunakan chelating agent ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi enzim DNAse yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley, 2008).  DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008).
Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase organik. Selain fenol, dapat pula digunakan campuran fenol dan kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara pemberian RNAse.
Selanjutnya dilakukan tahap southern blotting. Southern blotting merupakan proses perpindahan fragmen DNA yang terpisah secara elektroforesis dari gel ke membran (misal membrane nitroselulosa). Molekul yang telah berada pada membrane tersebut selanjutnya dianalisis lebih lanjut (Juniarka, 2011).
Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe (pelacak). Untuk mengidentifikasi ataupun melacak suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut mengandung gen yang diinginkan.
Tahap awal metode shoutern blotting adalah penguraian DNA dengan enzim restriksi endonuklease sehingga terbentuk fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil. Kemudian DNA dipisahkan sesuai ukuran dengan elektroforesis agarosa. Setelah DNA terpisah, dilakukan pemindahan DNA ke membran nitroselulosa, tahap ini disebut dengan tahap blotting. Membran nitroselulosa diletakkan pada bagian atas dari gel agarosa. Pada teknik blotting dengan menggunakan vakum, membran diletakkan pada bagian bawah gel. Tekanan diberikan secara merata pada gel untuk memastikan terjadi kontak antara gel dengan membran. Proses transfer berlangsung dengan memanfaatkan daya kapilaritas. Setelah DNA ditransfer ke gel, membran nitroselulosa dipanaskan dengan suhu tinggi (60oC - 100oC) kemudian membran diberi radiasi UV agar terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA dengan membran. Lalu, membran dicampur dengan probe (pelacak) yang telah dilabeli radioaktif, tetapi dapat juga digunakan label nonradioaktif yang dapat berpendar. Probe yang digunakan adalah DNA untai tunggal yang memiliki sekuen yang akan dideteksi. Probe diinkubasi dengan membran agar dapat berhibridisasi dengan DNA yang ada pada membran. Setelah proses hibridisasi, probe yang tidak terikat dicuci dari membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid dengan DNA di membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi pada film X-ray melalui autoradiografi (Molecular Station, 2013).
3.         Memasukkan Gen ke dalam sel tanaman padi
Memasukkan gen ke dalam nucleus dapat dilakukan dengan cara transfer gen. Dalam hal ini untuk mentransfer gen yang memiliki karakteristik cepat berbuah dan berbulir banyak dapat dilakukan dengan metode transfer langsung dengan menggunakan teknik mikro injeksi dan penembakan atau pengeboman partikel. Metode transfer langsung banyak digunakan pada tanaman dengan cara DNA diikat pada suatu mikropartikel. Transfer gen dengan metode ini mempunyai banyak keuntungan yaitu mudah ditangani dengan satu kali tembakan akan menghasilkan beberapa sasaran, partikel dapat mencapai sasaran yang lebih dalam dan dapat digunakan pada berbagai macam jaringan. Selanjutnya tanaman padi yang telah mengandung gen cepat berbuah dan berbulir banyak tersebut ditumbuhkan secara normal. (Viktres, 2014).

C.      Dampak Padi Transgenik Terhadap Hama
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan beras selalu meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Namun, serangan hama dan penyakit pada tanaman padi menjadi masalah utama bagi penurunan jumlah produktifitas padi para petani, sehingga perlu dilakukan rekayasa genetik pada padi agar tahan terhadap hama. Untuk membuktikan bahwa keefektifan dari padi transgenik merupakan solusi dari permasalahan tersebut perlu di buktikan dengan adanya penelitian terhadap hal tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dan uji coba yang di lakukan di cina menunjukan hasil yang di tuliskan melalui jurnal, membuktikan bahwa:
Menurut Maochen (2006), tanaman transgenik mengekspresikan protein insektisida dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) ditumbuhkan pada tahun 2005 pada 26,3 juta di seluruh dunia. Tanaman ini telah memberikan manfaat ekonomi bagi petani dan mengurangi penggunaan insektisida. Kemajuan dalam beras transgenik tahan serangga di Cina dan negara-negara lain dalam beberapa tahun terakhir juga menawarkan alternatif yang menjanjikan untuk insektisida kimia untuk control hama lepidopteran beras. Beras bt memiliki potensi untuk menghilangkan kerugian hasil yang disebabkan oleh hama lepidopteran hingga 2% - 10% dari hasil padi tahunan Asia dari 523 juta ton. Berikut ini data table hasil penelitian yang dilakuakan di cina:
1.         (Tabel 1). Padi Transgenik Resistan Terhadap Lepidopteran di Cina


 

















2.         (Tabel 1). Manfaat Padi Transgenik BT di  Cina

 












Menurut Maochen (2006), uji coba telah dilakukan di Cina sejak tahun 1998 dan hasilnya menunjukkan bahwa beras Bt telah efektif dikendalikan hama sasaran, terutama tiga spesies penggerek batang (C. suppressalis, S. incertulas, S. inferens) dan leaffolder (C. medinalis). Dengan menggunakan bagian daun atau batang bioassay dalam kondisi laboratorium, dan rilis buatan atau natural infestasi penggerek padi dalam kondisi lapangan, khasiat galur padi Bt yang berbeda telah diuji terhadap sedikitnya delapan hama lepidopteran, termasuk C. suppressalis, S. incertulas, C. medinalis, Herpitogramma licarisalis, S. inferens, Naranga anescens, Mycalesis Gotama dan Parnara guttata.
Umumnya, hasil laboratorium menunjukkan bahwa kematian larva stadium awal dari hama lepidopteran berbeda makan dengan padi transgenik adalah lebih dari 90%, sedangkan kematian adalah <5% di garis orang tua non transgenik. Namun, control larva penggerek batang yang lebih besar lebih rendah. Melaporkan Hu et al. (2005) bahwa kematian dikoreksi dari pertama yang instar keenam C. suppressalis setelah makan pada beras Bt + CpTI selama 7 hari adalah 89,6%, 87,1%, 72,4%, 50%, 26% dan 0%, masing-masing. (Maochen, 2006).
Penilitian juga dilakuan untuk menguji coba bahwa beras Cry1Ca1 transgenik tahan terhadap dua hama serangga yang tidak terkait, Spodoptera sp. dan Chilo suppressalis. Beriku akan di jelaskan mengenai hasil dari penelitian tersebut:
Menurut Mohsin (2009), protein kristal (Cry protein) dari B. thuringiensis dikenal karena aktivitas insektisida mereka terhadap berbagai hama serangga. Tanaman transgenik, seperti kopi, kapas, jagung, beras, kubis, tomat, tembakau, dan kentang mengekspresikan protein Cry, dilindungi dari serangan serangga. Tanaman Bt komersial mengungkapkan Cry1Ab, Cry1Ac, Cry1F, Cry2A, dan protein Cry3Bb, tunggal atau dalam kombinasi, kini sedang tumbuh di seluruh dunia untuk proteksi-tion terhadap berbagai hama serangga. Protein Bt Cry1C adalah salah protein seperti yang memiliki toksisitas karakteristik yang unik terhadap hama serangga tanaman komersial yang penting.
Penyebaran tanaman Bt transgenik adalah alat yang efektif dalam pengendalian dan pengelolaan populasi hama serangga. Namun, potensi evolusi resistensi pada serangga sasaran tetap menjadi tantangan dalam menggunakan teknologi ini, seperti selalu telah dengan menggunakan insektisida kimia. Di antara pilihan untuk menunda perlawanan ini build-up pada tanaman Bt, strategi ekspresi dosis tinggi protein Cry di pabrik transgenic tampaknya yang paling menjanjikan. Protein Cry1C dinyatakan dalam jumlah tinggi dapat membantu dalam menunda resistensi serangga. Mereka telah menunjukkan bahwa kedua jenis, yang Cry1C-sus-ceptible serta larva cukup Cry1C tahan dari ulat kubis (Plutella xylostella), bisa menjadi dikendalikan dengan tingkat tinggi Cry1C dalam brokoli transgenik. Tingkat ekspresi Cry1Ca1 pada tanaman padi transgenik kami yang cukup tinggi untuk menyebabkan kematian 100% dari C. suppressalis dan larva S. litura.
Berdasarkan uji coba yang dilakukan, hasil penelitian menunjukkan bahwa protein Cry1Ca1 diproduksi di tanaman padi transgenik itu benar dinyatakan, dilipat benar, dan secara fungsional aktif. Feeding tes dengan tanaman R 0 dan R 1 transgenik menegaskan bahwa protein Cry1Ca1 pro-yang diinduksi dalam tanaman ini mampu menyebabkan kematian dua serangga Lepidoptera yang berbeda, S. litura (cutworm a) dan C. suppressalis (a penggerek batang). Sebuah kematian 100% tercapai 4 hari setelah konsumsi daun dan menelan racun. Sedikit atau tidak ada kerusakan bagian daun diamati pada tanaman transgenik R 1, sedangkan jumlah yang cukup dari jaringan yang dikonsumsi saat larva diberi makan jaringan beras kontrol non-transgenik. Tanaman padi transgenik menyimpan gen ini sangat resisten terhadap Chilo sup-pressalis dan Spodoptera litura larva seperti diungkapkan oleh bioassay serangga. Tingginya kadar protein Cry1Ca1 diperoleh di daun padi transgenik, yang efektif dalam mencapai tingkat kematian 100% S. litura dan larva C. suppressalis. Dalam sebuah penelitian serupa, berubah beras indica dan melaporkan bahwa cry1C tanaman transgenik sangat resisten terhadap medinalis CNAP-halocrocis dan Tryporyza incertulas menunjukkan bahwa tanaman cry1Ca1-padi transgenik dapat menawarkan lebih luas spesifikasitrum perlindungan terhadap spesies serangga hama lain juga. (Mohsin, 2009).
Beras, sebagai tanaman makanan pokok utama bagi manusia, membangkitkan kekhawatiran yang cukup tentang makanan dan keamanan lingkungan. Banyak percobaan telah mengevaluasi dampak potensial dari padi Bt pada organisme non-target di bawah laboratorium dan lapangan Conditions beberapa selama beberapa tahun dan situs. Secara umum, dibandingkan dengan beras non-transgenik, padi transgenik tidak berdampak negatif terhadap masyarakat arthropoda yang ditentukan oleh dominasi serikat, komposisi keluarga, index-hayati, indeks kemerataan dan kekayaan spesies atau dengan dinamika yang dominan spesies herbivora non-target. Tidak ada perbedaan pada makan dan oviposition perilaku non target serangga Nilaparvata lugens, perkembangan serangga atau dinamika populasi adalah terdeteksi. Jiang et al. (2004) melaporkan bahwa tingkat parasitisasi C. suppressalis makan larva pada Bt (Cry1Ab) beras oleh Apanteles chilonis dan persentase kepompong formation secara signifikan lebih rendah dibandingkan beras non Bt. (Maochen, 2006).





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Berdasarkan pembahasan makalah mengenai dampak padi transgenic menggunakan gen Cry tahan terhadap hama, dapat disimpulkan bahwa:
1.        Padi transgenik merupakan padi hasil dari rekayasa transgenik dengan cara menyisipkan gen dari sepesies tanaman yang berbeda agar di peroleh hasil tanaman padi sesuai dengan yang di inginkan yaitu dapat tahan terhadap hama dan meningkatkan produksi.
2.        Teknik rekayasa genetik pada padi transgenik di lakuakan dengan tiga tahap yaitu mengidentifikasi karakteristik genetik yang diinginkan, isolasi dan pemurnian gen   serta memasukkan gen ke dalam sel tanaman padi.
3.        Dampak padi transgenik menggunakan gen Cry tahan terhadap hama di buktikan dengan hasil penelitian yang di lakukan cina dengan hasil menunjukan bahwa kematian larva stadium awal dari hama lepidopteran berbeda, makan dengan padi transgenik hama mati lebih dari 90%, sedangkan pada padi non transgenik kematian hama hanya <5%.














DAFTAR PUSTAKA

Maochen. 2006. Impact of insect-resistant transgenic rice on target insect pests and non-target arthropods in China. Insect Science Vol. 13: Department of Entomology.
Abbas, Mohsin Z. 2009. Transgenic Rice Plants Expressing a Modified cry1Ca1 Gene are Resistant to Spodoptera litura and Chilo suppressalis. Mol Biotechnol Vol. 43: Department of Biochemistry, Microbiology and Immunology, University of Ottawa.
Enung, S. 2009. Dampak  Padi Transgenik Mengekspresikan Gen Cryia(B) Untuk Ketahanan Terhadap Penggerek Batang Di Lapang Terbatas Terhadap Serangga Bukan Sasaran. J. HPT  Tropika.  ISSN 1411-7525 Vol. 9: Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.
Corkill, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools andTechniques. In: Molecular Biomethods Handbook Second Edition. USA: Ed.
Frederick A. Bettelheim, Joseph Marvin Landesberg. 2007. Laboratory Experiments for General, Organic And Biochemistry. USA: Brooks.
Luigi Giacomazzi, P. Umari, and Alfredo Pasquarello. 2005.
Medium-Range Structural Properties of Vitreous Germania Obtained through First Principles Analysis of Vibrational Spectra. 
Phys. Rev. Lett 95, 075505
Molecular, Station. 2008. Southern Blot. http://www.molecularstation.com/dna/ southern-blot/. Di akses 25 November 2015 pukul 21:45 WIB.
Satoto. 2003. Kestabilan, pola pewarisan dan keefektifan gen  gna  dan  cryIA(b) terhada wereng coklat dan penggerek batang kuning pada padi rojolele. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Surzycki, S.J. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag Publisher ISBN 3-540-66678-8.
Afia, Atep. 2015. Beras Transgenik dan Beras Organik.  http://www.kompasiana.com/atep_afia/beras-transgenik-vs-beras organik_55005868a333119a7251079e. Di akses pada 13 Desember 2015 pukul 21:00 WIB.
Sasrawan, Hedi. 2015. Pengertian Transgenik. http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2015/01/pengertian-transgenik-artikel-lengkap.html. Di akses pada 13 Desember 2015 pukul 21:30 WIB.
Wikipedia. 2015. TanamanTransgenik. https://id.wikipedia.org/wiki. Di akses pada 25 November 2015 pukul 21:00 WIB.
Viktres. 2014. Padi Transgenik. http://risehviktre.blogspot.co.id/2014/06/padi transgenik. html. Di akses pada 25 November 2015 pukul 21:30 WIB.